Selamat datang di Linggar Story Center

Sabtu, 30 Juni 2012

PERAN PERBANKAN DAN KOPERASI DALAM MENDORONG PENINGKATAN KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA


Mengacu pada pertumbuhan kuantitatif koperasi Indonesia empat tahun terakhir dari semula tercatan 118.644 di tahun 2002 meroket menjadi 123 ribu pada tahun 2005, tidak lebih dari 4 tahun koperasi terus bermunculan seperti hujan yang tidak pernah berhenti. Ini menunjukkan bahwa animo masyarakat yang terus meningkat untuk menghidupkan roda perekonomian mlalui koperasi.
             Belum berhasilnya Indonesia dalam meningkatkan maupun mengembangkan perekonomian di pedesaan terutama rakyat kecil membuat kurang optimalnya kinerja koperasi dalam terus mengembangkan roda pero\ekonomian rakyat kecil. Koperasi sendiri masih digolongkan dalam sub-sistem dari system swasta dan BUMN, dengan kedudukan yang tidak sederajat. Hal inilah yang membuat sulitnya koperasi dalam mengembangkan jaringan yang mencukupi. Apalagi untuk mampu mengembangkan hingga menyentuh rakyat kecil tntulah sangat sulit sehingga hal ini membuat banyak keuntungan-keuntungan yang justru mampu diserap oleh sektor swasta. Memang sesungguhnya koperasi bisa dijadikan solusi dalam mengatasi maslah pengangguran dan kemiskinan namun juga dibutuhkan eksistensi koperasi-koperasi berkualitas sehingga memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa sesungguhnya koperasi mampu menjadi salah satu bagian penting pemerintahan dalam menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Namun untuk menjadi koperasi yang berkualitas sangat diperlukan usaha yang dapat menumbuhkembangkan koperasi itu sendiri sehingga koperasi tersebut mampu berjalan dengan baik.
             Dalam koperasi pemilik berada satu genggaman segenap sumber daya digunakan untuk melayani anggota. Kesejahteraan anggota Nampak melalui pelayanan dan akses yang optimal terhadap sumber daya organisasi dan ekonomi koperasi. Untuk itu perlu dibangun suatu system yang mampu mendorong perkembangan usaha koperasi.

BACA SELANJUTNYA
Readmore »

Bookmark and Share

Selasa, 29 Mei 2012

Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana/I Want to Love You By Simple

Penulis : Inayati
Aku memandang kalender yang terletak di meja dengan kesal. Sabtu, 30 Maret 2002, hari ulang tahun perkawinan kami yang ketiga. Dan untuk ketiga kalinya pula Aa’ lupa. Ulang tahun pertama, Aa’ lupa karena harus rapat dengan direksi untuk menyelesaikan beberapa masalah keuangan perusahaan. Sebagai Direktur keuangan, Aa’ memang berkewajiban menyelesaikan masalah tersebut. Baiklah, aku maklum. Persoalan saat itu memang lumayan pelik.
Ulang tahun kedua, Aa’ harus keluar kota untuk melakukan presentasi. Kesibukannya membuatnya lupa. Dan setelah minta maaf, waktu aku menyatakan kekesalanku, dengan kalem ia menyahut,” Dik, toh aku sudah membuktikan cintaku sepanjang tahun. Hari itu tidak dirayakan kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak butuh upacara…”
Sekarang, pagi-pagi ia sudah pamit ke kantor karena harus menyiapkan beberapa dokumen rapat. Ia pamit saat aku berada di kamar mandi. Aku memang sengaja tidak mengingatkannya tentang ulang tahun perkawinan kami. Aku ingin mengujinya, apakah ia ingat atau tidak kali ini. Nyatanya? Aku menarik napas panjang.
Heran, apa sih susahnya mengingat hari ulang tahun perkawinan sendiri? Aku mendengus kesal. Aa’ memang berbeda dengan aku. Ia kalem dan tidak ekspresif, apalagi romantis. Maka, tidak pernah ada bunga pada momen-momen istimewa atau puisi yang dituliskan di selembar kertas merah muda seperti yang sering kubayangkan saat sebelum aku menikah.
Sedangkan aku, ekspresif dan romantis. Aku selalu memberinya hadiah dengan kata-kata manis setiap hari ulang tahunnya. Aku juga tidak lupa mengucapkan berpuluh kali kata I love you setiap minggu. Mengirim pesan, bahkan puisi lewat sms saat ia keluar kota. Pokoknya, bagiku cinta harus diekspresikan dengan jelas. Karena kejelasan juga bagian dari cinta.
Aku tahu, kalau aku mencintai Aa’, aku harus menerimanya apa adanya. Tetapi, masak sih orang tidak mau berubah dan belajar? Bukankah aku sudah mengajarinya untuk bersikap lebih romantis? Ah, pokoknya aku kesal titik. Dan semua menjadi tidak menyenangkan bagiku. Aku uring-uringan. Aa’ jadi benar-benar menyebalkan di mataku. Aku mulai menghitung-hitung waktu dan perhatian yang diberikannya kepadaku dalam tiga tahun perkawinan kami. Tidak ada akhir minggu yang santai. Jarang sekali kami sempat pergi berdua untuk makan malam di luar. Waktu luang biasanya dihabiskannya untuk tidur sepanjang hari. Jadilah aku manyun sendiri hampir setiap hari minggu dan cuma bisa memandangnya mendengkur dengan manis di tempat tidur.
Rasa kesalku semakin menjadi. Apalagi, hubungan kami seminggu ini memang sedang tidak baik. Kami berdua sama-sama letih. Pekerjaan yang bertumpuk di tempat tugas kami masing-masing membuat kami bertemu di rumah dalam keadaan sama-sama letih dan mudah tersinggung satu sama lain. Jadilah, beberapa kali kami bertengkar minggu ini.
Sebenarnya, hari ini aku sudah mengosongkan semua jadual kegiatanku. Aku ingin berdua saja dengannya hari ini dan melakukan berbagai hal menyenangkan. Mestinya, Sabtu ini ia libur. Tetapi, begitulah Aa’. Sulit sekali baginya meninggalkan pekerjaannya, bahkan pada akhir pekan seperti ini. Mungkin, karena kami belum mempunyai anak. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk meluangkan waktu pada akhir pekan seperti ini.
”Hen, kamu yakin mau menerima lamaran A’ Ridwan?” Diah sahabatku menatapku heran. ”Kakakku itu enggak romantis, lho. Tidak seperti suami romantis yang sering kau bayangkan. Dia itu tipe laki-laki serius yang hobinya bekerja keras. Baik sih, soleh, setia… Tapi enggak humoris. Pokoknya, hidup sama dia itu datar. Rutin dan membosankan. Isinya cuma kerja, kerja dan kerja…” Diah menyambung panjang lebar. Aku cuma senyum-senyum saja saat itu. Aa’ memang menanyakan kesediaanku untuk menerima lamaranku lewat Diah.
”Kamu kok gitu, sih? Enggak senang ya kalau aku jadi kakak iparmu?” tanyaku sambil cemberut. Diah tertawa melihatku. ”Yah, yang seperti ini mah tidak akan dilayani. Paling ditinggal pergi sama A’ Ridwan.” Diah tertawa geli. ”Kamu belum tahu kakakku, sih!” Tetapi, apapun kata Diah, aku telah bertekad untuk menerima lamaran Aa’. Aku yakin kami bisa saling menyesuaikan diri. Toh ia laki-laki yang baik. Itu sudah lebih dari cukup buatku.
Minggu-minggu pertama setelah perkawinan kami tidak banyak masalah berarti. Seperti layaknya pengantin baru, Aa’ berusaha romantis. Dan aku senang. Tetapi, semua berakhir saat masa cutinya berakhir. Ia segera berkutat dengan segala kesibukannya, tujuh hari dalam seminggu. Hampir tidak ada waktu yang tersisa untukku. Ceritaku yang antusias sering hanya ditanggapinya dengan ehm, oh, begitu ya… Itupun sambil terkantuk-kantuk memeluk guling. Dan, aku yang telah berjam-jam menunggunya untuk bercerita lantas kehilangan selera untuk melanjutkan cerita.
Begitulah… aku berusaha mengerti dan menerimanya. Tetapi pagi ini, kekesalanku kepadanya benar-benar mencapai puncaknya. Aku izin ke rumah ibu. Kukirim sms singkat kepadanya. Kutunggu. Satu jam kemudian baru kuterima jawabannya. Maaf, aku sedang rapat. Hati-hati. Salam untuk Ibu. Tuh, kan. Lihat. Bahkan ia membutuhkan waktu satu jam untuk membalas smsku. Rapat, presentasi, laporan keuangan, itulah saingan yang merebut perhatian suamiku.
Aku langsung masuk ke bekas kamarku yang sekarang ditempati Riri adikku. Kuhempaskan tubuhku dengan kesal. Aku baru saja akan memejamkan mataku saat samar-samar kudengar Ibu mengetuk pintu. Aku bangkit dengan malas.
”Kenapa Hen? Ada masalah dengan Ridwan?” Ibu membuka percakapan tanpa basa-basi. Aku mengangguk. Ibu memang tidak pernah bisa dibohongi. Ia selalu berhasil menebak dengan jitu.
Walau awalnya tersendat, akhirnya aku bercerita juga kepada Ibu. Mataku berkaca-kaca. Aku menumpahkan kekesalanku kepada Ibu. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Ia mengusap rambutku. ”Hen, mungkin semua ini salah Ibu dan Bapak yang terlalu memanjakan kamu. Sehingga kamu menjadi terganggu dengan sikap suamimu. Cobalah, Hen pikirkan baik-baik. Apa kekurangan Ridwan? Ia suami yang baik. Setia, jujur dan pekerja keras. Ridwan itu tidak pernah kasar sama kamu, rajin ibadah. Ia juga baik dan hormat kepada Ibu dan Bapak. Tidak semua suami seperti dia, Hen. Banyak orang yang dizholimi suaminya. Na’udzubillah!” Kata Ibu.
Aku terdiam. Yah, betul sih apa yang dikatakan Ibu. ”Tapi Bu, dia itu keterlaluan sekali. Masak Ulang tahun perkawinan sendiri tiga kali lupa. Lagi pula, dia itu sama sekali tidak punya waktu buat aku. Aku kan istrinya, bu. Bukan cuma bagian dari perabot rumah tangga yang hanya perlu ditengok sekali-sekali.” Aku masih kesal. Walaupun dalam hati aku membenarkan apa yang diucapkan Ibu.
Ya, selain sifat kurang romantisnya, sebenarnya apa kekurangan Aa’? Hampir tidak ada. Sebenarnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanku dengan caranya sendiri. Ia selalu mendorongku untuk menambah ilmu dan memperluas wawasanku. Ia juga selalu menyemangatiku untuk lebih rajin beribadah dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Soal kesetiaan? Tidak diragukan. Diah satu kantor dengannya. Dan ia selalu bercerita denganku bagaimana Aa’ bersikap terhadap rekan-rekan wanitanya di kantor. Aa’ tidak pernah meladeni ajakan Anita yang tidak juga bosan menggoda dan mengajaknya kencan. Padahal kalau mau, dengan penampilannya yang selalu rapi dan cool seperti itu, tidak sulit buatnya menarik perhatian lawan jenis.
”Hen, kalau kamu merasa uring-uringan seperti itu, sebenarnya bukan Ridwan yang bermasalah. Persoalannya hanya satu, kamu kehilangan rasa syukur…” Ibu berkata tenang.
Aku memandang Ibu. Perkataan Ibu benar-benar menohokku. Ya, Ibu benar. Aku kehilangan rasa syukur. Bukankah baru dua minggu yang lalu aku membujuk Ranti, salah seorang sahabatku yang stres karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan sangat kasar kepadanya? Bukankah aku yang mengajaknya ke dokter untuk mengobati memar yang ada di beberapa bagian tubuhnya karena dipukuli suaminya?
Pelan-pelan, rasa bersalah timbul dalam hatiku. Kalau memang aku ingin menghabiskan waktu dengannya hari ini, mengapa aku tidak mengatakannya jauh-jauh hari agar ia dapat mengatur jadualnya? Bukankah aku bisa mengingatkannya dengan manis bahwa aku ingin pergi dengannya berdua saja hari ini. Mengapa aku tidak mencoba mengatakan kepadanya, bahwa aku ingin ia bersikap lebih romantis? Bahwa aku merasa tersisih karena kesibukannya? Bahwa aku sebenarnya takut tidak lagi dicintai?
Aku segera pamit kepada Ibu. Aku bergegas pulang untuk membereskan rumah dan menyiapkan makan malam yang romantis di rumah. Aku tidak memberitahunya. Aku ingin membuat kejutan untuknya.
Makan malam sudah siap. Aku menyiapkan masakan kegemaran Aa’ lengkap dengan rangkaian mawar merah di meja makan. Jam tujuh malam, Aa’ belum pulang. Aku menunggu dengan sabar. Jam sembilan malam, aku hanya menerima smsnya. Maaf aku terlambat pulang. Tugasku belum selesai. Makanan di meja sudah dingin. Mataku sudah berat, tetapi aku tetap menunggunya di ruang tamu.
Aku terbangun dengan kaget. Ya Allah, aku tertidur. Kulirik jam dinding, jam 11 malam. Aku bangkit. Seikat mawar merah tergeletak di meja. Di sebelahnya, tergeletak kartu ucapan dan kotak perhiasan mungil. Aa’ tertidur pulas di karpet. Ia belum membuka dasi dan kaos kakinya.
Kuambil kartu ucapan itu dan kubuka. Sebait puisi membuatku tersenyum.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Lewat kata yang tak sempat disampaikan
Awan kepada air yang menjadikannya tiada
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu. *
For vieny, welcome to your husband’s heart.
*dikutip dari Aku ingin mencintaimu dengan sederhana karya Sapardi Djoko Damono.
Sumber : Majalah Ummi, edisi 12/XIII/2002






 English Version


I Want to Love You By Simple
Author: INAYATI
I looked at the calendar, located on the table in disgust. Saturday, March 30, 2002, the day of our wedding anniversary the third. And for the third time also Aa 'forget. First birthday, Aa 'forgotten because they have a meeting with the directors to resolve some of the company's financial problems. As finance director, Aa 'are obliged to resolve the issue. Okay, I understand. The issue then is quite complicated.
Second birthday, Aa 'must be out of town to make presentations. Busy making her forget. And after the apology, when I expressed my irritation, he calmly replied, "Brother, after all I've proven my love throughout the year. The day was not celebrated it's fine. Love do not need a ceremony ... "
Now, the morning he had said farewell to the office because they have to prepare some documents meetings. He excused himself while I was in the bathroom. I was deliberately not reminded about our wedding anniversary. I wanted to test it, whether he remembers or not this time. Fact? I took a deep breath.
Wonder, what is hard to remember his own wedding anniversary? I snorted in disgust. Aa 'is different from me. He is calm and not expressive, much less romantic. Thus, there was no interest on the special moments or a poem written on a piece of pink paper as often as I imagined before I got married.
As for me, expressive and romantic. I always gave him a gift with sweet words every birthday. I also do not forget to say many, many times said I love you every week. Sending a message, via sms poems even when he was out of town. Anyway, for me love must be expressed clearly. Since clarity is also part of love.
I know, if I loved Aa ', I must accept what it is. However, cooking the hell people do not want to change and learn? Did not I already taught him to be more romantic? Ah, I'm upset points. And all becomes unpleasant to me. I'm cranky. Aa 'so really sucks in my eyes. I started counting up the time and attention he gave to me in three years of marriage. There is no relaxing weekend. We rarely had time to go out for dinner out. Leisure time is usually spent sleeping during the day. So I manyun myself almost every day of the week and could only look at him sweetly snoring in bed.
Increasingly mad feelings. Moreover, our relationship this week it was not good. We were both tired. Work that piled up in places we work to make each of us met at the house in the same tired and irritable with each other. Be, a couple of times we fight this week.
Actually, today I've emptied all my business schedule. I want to be alone with him today and do fun things. Properly, this Saturday he was off. However, that Aa '. It was hard to leave his job, even on weekends like this. Perhaps, because we have not had children. So he does not feel the need to spend some time on this weekend.
"Hen, you're sure you want to accept the proposal a 'Ridwan?" Diah my friend looked at me puzzled. "My brother was enggak romantic, you know. Unlike romantic husbands often you imagine. He's the kind of man whose hobby seriously hard work. Well hell, pious, faithful ... But enggak humorous. Anyway, life as he was flat. Routine and boring. It contained just work, work and work ... "Diah connect length. I was just smiling all the time. Aa 'was asking my willingness to accept the proposal by Diah.
"You kok gitu, sih? Nah love ya if I were brother-in-law? "I asked with a frown. Diah laugh to see me. "Well, that such a house would not be served. Most left off as a "Ridwan." Diah giggled. "You do not know my brother, hell!" But, whatever Diah said, I have determined to accept the proposal Aa '. I'm sure we can adjust to each other. After all, he was a man of good. That was more than enough for me.
The first weeks after our marriage was not a lot of significant problems. Like a new bride, Aa 'to romantic. And I'm glad. But, all ended when the leave was over. He immediately stuck with their busy life, seven days a week. Almost no time left for me. Enthusiastic story often only ditanggapinya with uh, oh, so yes ... Itupun while hugging sleepily roll. And, I have waited for hours to talk and then lose their appetite to continue the story.
So ... I'm trying to understand and accept it. But this morning, my irritation to truly reach its peak. I consent to the mother's house. I sent sms to him briefly. I'll wait. An hour later I received a new answer. Sorry, I'm in a meeting. Be careful. Hail to Mother. You see. See. In fact, it takes an hour to respond smsku. Meetings, presentations, financial reports, that's a rival who had seized the attention of my husband.
I went straight into my former Riri now occupied by my brother. Kuhempaskan me in disgust. I was just going to close my eyes when I heard a faint knock on the door of my mother. I got up lazily.
"Why Hen? There was a problem with Ridwan? "Mom to open conversations without preamble. I nodded. Mother was never to lie. He always managed to guess the telling.
Although initially faltered, I finally talked to my mother, too. My eyes filled with tears. I spilled my irritation to my mother. Mother smiled at the story. He stroked my hair. "Hen, maybe this one Mom and Dad are too pamper you. So that you become annoyed with the attitude of your husband. Try, Hen good thinking. What lack Ridwan? He was a good husband. Loyal, honest and hardworking. Ridwan was never rude to you, diligent worship. He was also kind and respectful to Mother and Dad. Not all husbands like him, Hen. Many people who dizholimi husband. Na'udzubillah! "Says Mother.
I was silent. Well, well what the hell you say. "But Mom, he's very outrageous. Cook his own wedding anniversary three times forgotten. After all, he did not have time for me. I'm a wife, mother. Not just part of the furniture needs to be seen only once in a while. "I'm still pissed. Although in my heart I justify what you say.
Yes, but less romantic nature, actually what lack Aa '? Almost nothing. Actually, he was trying hard to membahagiakanku in her own way. He always encouraged me to increase knowledge and expand wawasanku. He also always encouraged me to be more diligent in worship and always be kind to other people thought. About loyalty? No doubt. Diah one office with him. And he always tells me how Aa 'attitude toward female colleagues in the office. Aa 'never serve calls that Anita was not too tired to flirt and ask her out. And if you want, with who always looks neat and cool like that, do not make it difficult to attract the opposite sex.
"Hen, if you feel moody like that, is not really a problem Ridwan. The issue is only one, you lose a sense of gratitude ... "she said quietly.
I looked at my mother. Mom's words really menohokku. Yes, Mom was right. I lost my sense of gratitude. Do not just two weeks ago I persuaded Ranti, one of my friends who stressed that her husband was having an affair with another woman and is very rude to him? Did not I take her to the doctor to treat bruises in several parts of his body because he was beaten by her husband?
Slowly, a sense of guilt arises in my heart. If it was I wanted to spend time with him today, why I did not say in advance so that he can manage jadualnya? Did not I could remind him nicely that I wanted to go alone with him today. Why I did not try to tell him, that I wanted him to be more romantic? That I felt left out because of his work? That I was no longer afraid to be loved?
I quickly say goodbye to my mother. I rushed home to clean house and prepare a romantic dinner at home. I did not tell him. I want to make a surprise for him.
Dinner is ready. I'm preparing favorite dishes Aa 'complete with a series of red roses on the table. At seven in the evening, Aa 'is not back. I waited patiently. By nine o'clock, I just received smsnya. Sorry I'm late home. My job was not finished. The food on the table was cold. My eyes are heavy, but I'm still waiting for him in the living room.
I awoke with a start. Oh God, I fell asleep. I glanced at the clock, 11 hours a night. I got up. Bunch of red roses lay on the table. Beside him, lying on greeting cards and small jewelry box. Aa 'fast asleep on the carpet. He has not opened his tie and sock.
I took the card and opened it. Sebait poem made me smile.
I want to love you with a simple
Through word that did not get delivered
Cloud to the water that makes no
I want to love you with a simple
With that said, could not say
Wood to the fire that made ashes. *
For vieny, welcome to your husband's heart.
* quoted from I want to love you with a simple work of Sapardi Djoko Damono.
Source: Majalah Ummi, 12/XIII/2002 edition
Readmore »

Bookmark and Share

Motivasi

Brikut ini beberapa cerita ataupun video motivas yang dapat kami kumpulkan.


Motivasi Story List :
Readmore »

Bookmark and Share
UPN Veteran Yogyakarta
 

All Rights Reserved

Copyright 2010
Story Center Website